Tuai Pro Kontra, Mendikbud Katakan PPK Bukan Full Day School
Jakarta, TjariTjariNews - Program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK)-nya mendapat banyak kritikan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menegaskan bahwa PPK bukanlah full day. Dia juga membantah istilah full day yang disematkan dalam programnya tersebut.
"Beda sekali dengan full day. Memang ada salah satu model dari penguatan karakter yang berbasis full day, itu ada. Sebagian besar malah bagi sekolah-sekolah yang memang sudah bagus, tapi sebetulnya itu bukan itu. Full day itu kan nama yang digunakan untuk jenis sekolah tertentu sebetulnya," jelasnya.
"Tapi kita bukan itu. Jadi namanya PPK yang seperti saya sebutkan tadi. Jadi berbasis pada kurikulum yang diperluas dan pendekatannya dengan student active learning. Jadi didorong aktivitas anak-anak termasuk ekstra kurikuler," imbuhnya.
Menurut Muhadjir, keritikan yang muncul terhadap programnya mungkin karena kurangnya pemahaman program secara menyeluruh. Meski dia juga amengatakan bahwa prograamnya memang membutuhkan waktu untuk dipahami secara untuh.
"Ya mungkin karena informasi tidak lengkap. Karena kan peraturan pemerintah tentang beban kerja guru sebagai dasar untuk pemberlakuan 5 hari sekolah itu dari peraturan pemerintah yang nomor 19 tahun 2017 itu," ungkap Muhadjir di Hotel Ciputra, Jakarta Barat, Selasa (13/06/2017) malam.
Apalagi, lanjut dia, untuk peraturan menteri (Permen) yang mengatur soal lima hari sekolah tersebut juga baru dikeluarkan tadi pagi, sehingga informasi yang diterima oleh banyak pihak belum lengkap.
Untuk itu, Muhadjir mengharapkan kepada berbagai pihak terkait untuk memahami program tersebut terlebih dahulu, sehingga akhirnya bisa diterima.
"Saya mengira ya mudah-mudahan kalau nanti mereka (pihak terkait) sudah membaca peraturan pemerintah itu dan juga Peraturan Menteri paling tidak ada persepsi yang berbeda lah," katanya.
Sebelumnya, Sekjen Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Helmy Faisal Zaini menilai bahawa kebijakan Mendikbud Muhadjir Effendy terkait fullday school belum dikonsultasikan terlebih dahulu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Terkait kebijakan fullday school, Mendikbud pasti belum koordinasi dengan Presiden Jokowi," kata Helmy di laman twitter pribadinya, Senin (12/06/2017).
Bahkan, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menilai program tersebut tidak dapat diputuskan di tingkat menteri karena menyangkut 50 juta anak sekolah di Indonesia.
"Memang banyak pertimbangan tapi ini kan menyangkut 50 juta anak, jadi tentu nanti Presiden yang mengundang ratas untuk memutuskan saya kira," ujar JK di kantor Wapres, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (13/06/2017).
Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Abdul Muhaimin Iskandar atau akrab disapa Cak Imin pun memberikan wejangannya kepada Mendikbud agar berhati-hati memutuskan sebuah kebijakan, apalagi mengandung unsur kontroversi.
"Kita minta Mendikbud tidak meneruskan keputusan fullday #TolakFulldaySchool, kalau sampai NU marah dan bergerak, bumi bisa goyang bro..!," tulis Cak Imin melalui Twitter pribadinya, Senin 12 Juni 2017.
Penentangan terhadap kebijakan Mendikbud juga diutarakan oleh Anggota DPR RI Nihayatul Wafiroh, yang meminta Mendikbud merevisi kebijakan sekolah delapan jam per hari selama lima hari dalam seminggu. Pasalnya, kebijakan tersebut mengancam eksistensi madrasah diniyah.
"Kebijakan itu mengesampingkan jam belajar siswa di madrasah diniyah. Karenanya, perlu dikaji ulang,” tegas Wasekjend PKB ini.
Namun demikian, kebijakan Mendikbud mendapatkan dukungan dari Direktur Eksekutif MAARIF Institute Muhd Abdullah Darraz. Menurutnya, program full day school sebagai bagian dari kebijakan Program Pendidikan Karakter (PPK).
"Pada dasarnya MAARIF Institute mendorong kebijakan ini, sekolah memiliki peran lebih aktif dan leluasa dalam upaya melawan radikalisme yang seringkali dilakukan di luar jam sekolah," kata Darraz melalui keterangan tertulis, Senin (12/06/2017), sebagaimana dikutip dari berbagai sumber.
[right-side]
Tidak ada komentar