Belajar Multikultural, 11 Mahasiswa Florida Kunjungi Pesantren Tebuireng
Jihad yang dimaksud bukanlah upaya memusuhi barat atau nonmuslim, tapi melawan penjajah kolonial Belanda (pada masa penjajahan), dan inilah salah satu fondasi nasionalisme di IndonesiaPondok Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Sabtu (03/05/2017) didatangi 11 mahasiswa asal Miami Dade College, Florida, Amerika Serikat untuk mempelajari multikulturalisme. Kedatang kesebelas mahasiswa yang ingin belajar tersebut pun disambut oleh sejumlah pengurus pesantren.
Tak menyia-nyiakan kesempatan, salah seorang mahasiswa jurusan ilmu politik, Enrique Sepulvedas sempat bertanya tentang kebijakan perlakuan terhadap nonmuslim di Pesantren Tebuireng.
"Apakah Anda menerapkan 'kebijakan pintu terbuka' untuk mereka yang berbeda agama?" tanyanya.
Sementara Joshua Elias, mahasiswa jurusan hubungan internasional memanfaatkan pertemuan tersebut untuk bertanya pendapat pengurus Pesantren Tebuireng terhadap aspirasi penegakan syariat Islam di Indonesia.
Berbeda dengan kedua mahasiswa, Marie Geraldine Georges, mahasiswi jurusan antropologi justru mempertanyakan kesetaraan perempuan dalam ajaran Islam. Pertanyaan tersebut dilontarkannya karena dia melihat hanya para santri.
"Saya melihat, yang hadir sekarang kok laki-laki semua. Apa memang perempuan tidak boleh berperan di sini?" tanya Maria dengan nada penasaran.
Menjawab seluruh pertanyaan tersebut, Mudir Pesantren Tebuireng Lukman Hakim menuturkan bahwa pihaknya sangat terbuka untuk kerja sama yang bersifat lintas etnis dan agama. Dalam beberapa kesempatan, pesantren yang kini diasuh oleh KH Shalahuddin Wahid tersebut juga melakukan kerja sama kegiatan dengan berbagai pihak.
Di Universitas Hasyim Asyari (Unhasy), lanjutnya, terdapat salah satu pejabat di Unit Penjamin Mutu yang beragama Hindu, termasuk dosen di Fakultas Teknologi Informatika yang beragama Katolik.
Pada kesempatan yang sama, mantan Direktur Lembaga Sosial Pesantren Tebuireng (LSPT) Mohammad Asad menuturkan bahwa pendiri Pesantren Tebuireng KH Hasyim Asyari adalah tokoh yang berperan penting dalam memadukan Islam dan nasionalisme melalui doktrin "Cinta Tanah Air adalah Bagian dari Iman" dan fatwa Resolusi Jihad dalam peperangan melawan penjajah di Tahun 1945.
"Jihad yang dimaksud bukanlah upaya memusuhi barat atau nonmuslim, tapi melawan penjajah kolonial Belanda (pada masa penjajahan), dan inilah salah satu fondasi nasionalisme di Indonesia," tuturnya.
Asad menegaskan, pendapat tersebut memperjelas pandangan Pesantren Tebuireng terhadap Islam dan kebangsaan yang tetap mengutamakan nasionalisme.
"Kalau hari ini masih ada orang yang memaksakan syariat Islam menjadi dasar negara, atau mendesakkan berdirinya khilafah, maka orang itu mengajak mundur 30 tahun ke belakang," tegasnya.
Menanggapai pertanyaan dari Marie Geraldine Georges, Pembantu Rektor II Unhasy Muhsin Kasmin menjawab bahwa perempuan mendapatkan peluang yang sama, sepanjang mempunyai kemampuan yang dipersyaratkan.
"Salah satu sekolah di lingkungan Pesantren Tebuireng bahkan pernah dijabat oleh seorang perempuan selama beberapa periode. Kesempatan serupa juga diberlakukan di Unhasy," jawabnya.
Di akhir kunjungan dan dialog tersebut, rombongan mahasiswa yang didampingi Prof Michael Lenaghan tersebut juga menyempatkan untuk berziarah ke makam mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Di kompleks makam tersebut, mereka juga mendapatkan penjelasan tentang Pesantren Tebuireng dengan segala aktivitasnya, termasuk siapa saja yang dimakamkan di makam kompleks pondok tersebut.
Sebelumnya, sejumlah mahasiswa asal The Kings College, New York, juga datang ke Pesantren Tebuireng, pada pertengahan Mei 2017. Mereka mempelajari sistem pendidikan di Islam dan pesantren di Indonesia, dengan mengambil sampel di Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang, sebagaimana dilaporkan Antara.
[left-side]
Tidak ada komentar